By : Aisah Nur Fitria
Mendengar problematika agraria, tentu tidak jauh dengan pembahasan tentang problematika pertanian, lahan, atau tanah. Sebelum jauh membahas apa saja yang menjadi problematik agraria dan bagaimana sikap atau peran seorang kader dalam menghadapinya, sudah seharusnya paham terlebih dahulu apa itu agraria. Agraria berasal dari kata akker (Belanda), agros (Yunani) yang memiliki arti tanah pertanian. Sedangkan Agraria dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sendiri memiliki arti sebagai urusan pertanian atau tanah pertanian. Negara Indonesia dikenal dengan negara agraris, dimana sebagian besar dari penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Petani merupakan mata pencaharian yang didukung oleh suburnya tanah yang dapat menghasilkan macam-macam sayuran hingga buah-buahan. Tanah pertanian yang seharusnya luas dan menjadi sumber kesejahteraan rakyat Indonesia, kini sudah banyak terkikis atau berkurang karena berbagai faktor. Faktor penyebab berkurangnya luasan lahan pertanian adalah, bertambahnya penduduk, kebutuhan lahan perumahan, berkembangnya industri, dan kebutuhan lahan untuk fasilitas umum. Hal tersebut menyebabkan beralihnya kepemilikan tanah secara paksa oleh pihak yang bersangkutan serta perebutan sumber daya alam. Pada umumnya, problematika agraria ini melibatkan banyak pihak.
Adapun contoh yang menjadi problematika agraria di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah adanya pembangunan Bandara Baru yang diberi nama Yogyakarta International Airport (YIA) dengan menggunakan lima desa yang berada di Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo. Pembangunan tersebut menyebabkantanah yang pada awalnya dijadikan sebagai tempat atau pusat kegiatan keagamaan, kegiatan kebudayaan, dan lainnya, kini telah berubah menjadi kawasan yang penuh dengan bangunan. Problematika selanjutnya juga terjadi di daerah Kabupaten Batang, Jawa Tengah berupa pembangunan kampus PSDKU UNDIP. Pembangunan tersebut memberi dampak yang menyebabkan terjadinya pengalihan tanah redis secara ilegal melalui jual beli tanah redis kepada investor dan pengaplingan area lokasi perumahan petani penerima redis. Kehadiran kampus PSDKU UNDIP juga mengakibatkan kenaikan harga tanah serta mengurangi tingkat kesuburan tanah. Oleh sebab itu, tanah belum bisa dimanfaatkan dengan baik sebagai lahan sawah.
Problematika agraria yang telah disebutkan di atas menjadi keresahan banyak pihak khususnya penduduk pedesaan dengan mata pencaharian sebagai petani. Petani merupakan ujung tombak pelaku utama penghasil pangan. Keberadaan petani sangat penting jika dikaitkan tentang ketahanan pangan. Namun, saat ini lahan pertanian yang berkurang tentu mempengaruhi penurunan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan para rakyatnya. Selain berkurangnya lahan pertanian, lahan pemukiman juga terpaksa tergusur dan membuat rakyat kehilangan tempat tinggalnya. Hal tersebut dilakukan dengan dalih akan menggunakan lahan sebagai kepentingan umum. Akibatnya, tidak sedikit dari masyarakat yang terlibat juga masih belum memahami problematika agraria ini sehingga belum paham bagaimana bisa menghadapi berbagai macam problem yang ada, sehingga perlu adanya edukasi dari berbagai elemen masyarakat tanpa terkecuali mahasiswa.
Peran mahasiswa di masyarakat sangatlah penting. Mahasiswa merupakan kaum cendekiawan yang tentunya memiliki kemampuan berpikir jernih berdasarkan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan bidang yang sedang di kuasai dalam bangku perkuliahan. Mungkin tidak semua mahasiswa menguasai bidang agraria, kemudian apa hubungannya dengan kader IMM?
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) merupakan organisasi kader yang bergerak di bidang keagamaan, kemasyarakatan, dan kemahasiswaan dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah. Dalam pemikiran kita, organisasi pergerakan semacam IMM hanya berjibaku pada politik, kalau ada panggilan demo ya berangkat demo, apalagi kalau ada ulah pemerintah yang mengesahkan UU dan mengandung kontroversi. Padahal kader IMM itu juga bisa disebut dengan aktivis yang memiliki semangat perjuangan untuk kepentingan masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik. Menghadapi problematika agraria ini, kader IMM perlu fokus dalam hal pergerakan sosial atau dalam bidang kemasyarakatan. Tidak hanya aktif menyibukkan diri untuk memperdalam ilmu dalam kajian-kajian maupun diskusi-diskusi yang ada, tapi juga perlu praksis nyata. Praksis nyata yang dapat dilakukan oleh kader IMM untuk menghadapi problematika agraria tentu tidak lepas dari landasan gerakan muhammadiyah, yaitu Al Qur’an dan As Sunnah. Selanjutnya, landasan gerakan IMM telah dijabarkan melalui Nilai Dasar Ikatan (NDI). Nilai Dasar Ikatan yang telah diputuskan dalam Muktamar VII Tahun 1992 di Purwokerto, Jawa Tengah terdiri dari lima poin.
Adapun nilai-nilai yang perlu kader IMM aktualisasikan dalam berperan menghadapi problematika agraria, poin pertama “IMM adalah gerakan mahasiswa yang bergerak di tiga bidang keagamaan, kemahasiswaan, dan kemasyarakatan” pada poin ini kader IMM diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran khususnya bidang kemasyarakatan atau apapun yang dimiliki untuk dapat membantu masyarakat menyelesaikan permasalahan sosial yang berada di sekitarnya. Poin kedua “Segala bentuk gerakan IMM tetap berlandaskan pada agama Islam yang hanif dan berkarakter rahmat bagi sekalian alam” sebagaimana identitas gerakan IMM yang berlandaskan Al Qur’an dan As Sunnah dengan harapan kehadiran IMM dapat menyeimbangkan kesejahteraan sosial tanpa adanya kesengsaraan dan kedzoliman sosial. Selanjutnya poin ketiga adalah “Segala bentuk ketidak-adilan, kesewenang-wenangan, dan kemungkaran adalah lawan besar gerakan IMM perlawanan terhadapnya adalah kewajiban setiap kader IMM” pada poin ini selain menjadi organisasi perkaderan, IMM juga merupakan kekuatan pembebas dari proses yang menyengsarakan masyarakat dan merasa terpanggil untuk aktif dalam memperbaiki kondisi sosial yang ada. Poin selanjutnya menjelaskan bahwa “Sebagai gerakan mahasiswa yang berdasarkan Islam dan berangkat individu-individu mukmin, maka kesadaran melakukan syariat Islam adalah suatu kewajiban dan sekaligus mempunyai tanggungjawab untuk mendakwahkan kebenaran di tengah masyarakat” oleh karena itu kader-kader IMM diharapkan dapat menyampaikan amar ma’ruf nahi munkar dengan potensi diri yang dimiliki kepada masyarakat yang sudah menjadi kewajiban seorang kader. Poin terakhir “Kader IMM merupakan inti masyarakat utama, yang selalu menyebarkan cita-cita kemerdekaan, kemuliaan, dan kemaslahatan masyarakat sesuai dengan semangat pembebasan dan pencerahan yang dilakukan oleh Nabiyullah Muhammad SAW” dengan harapan kader IMM menjadi bagian penting dalam menciptakan masyarakat yang adil, makmur dan di ridhoi oleh Allah SWT.
Nilai dasar ikatan diatas perlu dipahami juga pelajari sekaligus diamalkan oleh para kader IMM. Setelah bisa memahami landasan gerakan IMM, para kader dapat melanjutkan praksis nyata yang bisa di terapkan di lingkungan masyarakat. Jika lingkungan masyarakat terlalu luas, mungkin bisa dimulai dari lingkungan kampus seperti lingkungan komisariat. Membuang sampah pada tempatnya merupakan salah satu budaya yang bisa di terapkan guna terwujudnya lingkungan yang bersih, nyaman, dan tidak adanya pencemaran pada tanah di sekitar. Ketika tanah itu tidak tercemar, maka bisa dilanjutkan dengan menanam pohon di sekitar lingkungan komisariat supaya rindang dan dapat digunakan sebagai tempat kajian. Hal kecil yang mungkin masih dianggap sepele ini dapat menjadi gerakan perubahan jika dilakukan secara bersama-sama. Jika memang sudah memiliki kemampuan yang lebih, maka bisa dilanjutkan dengan mengadakan desa binaan untuk memberikan edukasi tentang langkah-langkah apa saja yang bisa di terapkan guna menghadapi problematika agraria yang ada. Mengadakan perubahan terutama dalam perubahan lingkungan ini tidak harus dengan gerakan besar-besaran. Awali dengan kegaiatan kecil yang dilakukan dengan penuh keikhlasan dan keistiqomahan, maka lambat laun gerakan ini akan mempengaruhi organisasi lainnya dalam melakukan perubahan lingkungan.
Sumber :
Pitasari, P., Guntur, I. G. N., & Kistiyah, S. (2020). Problematika Penyelesaian Pelepasan Tanah Wakaf, Tanah Desa, dan Tanah Instansi Pemerintah Untuk Bandara Baru di Yogyakarta. Tunas Agraria, 3(1), 30-49.
Setyoko, J., & Satria, M. D. (2020). Gerakan Mahasiswa Sebagai Agen Perubahan Sosial di Kabupaten Bungo. Jurnal Politik dan Pemerintahan Daerah, 2(1), 12-24.
Wati, R. I., Subejo, S., & Maulida, Y. F. (2021). PROBLEMATIKA, POLA, DAN STRATEGI PETANI DALAM MEMPERSIAPKAN REGENERASI DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Jurnal Ketahanan Nasional, 27(2), 187-207.
Widarbo, K. (2021). Problematika Reforma Agraria pada Tanah Redistribusi Bekas HGU Tratak, Batang. Widya Bhumi, 1(1), 25-38.
Arba, Haji. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2019.
Safitri, M. A., & Moeliono, T. Hukum Agraria dan Masyarakat Indonesia. Jakarta: HuMaA-Jakarta, 2010.
Sistem Perkaderan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Jakarta: DPP IMM, 2011.
IMM UINSA, IMM dalam Gerakan Agraria dari https://www.immuinsasby.com/2023/04/imm-dalam-gerakan-agraria.html?m=1 diakses pada April 28, 2023